Masjid Sebagai Pusat Pendidikan Masyarakat

Sejak masa Rasulullah SAW, masjid tidak hanya menjadi tempat rukuk dan sujud. Masjid adalah pusat pembinaan umat — tempat lahirnya pemikiran, tempat bertemunya masyarakat, dan tempat tumbuhnya generasi yang berilmu sekaligus berakhlak. Allah berfirman dalam QS. At-Taubah ayat 18: “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian…” Memakmurkan masjid bukan terbatas pada memperbanyak shalat dan dzikir, melainkan menjadikannya pusat kehidupan yang memberi manfaat luas. Rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah). Maka tidak mengherankan jika tempat pertama kali ilmu diajarkan secara terbuka bukanlah sekolah, tetapi masjid.
Di Masjid Nabawi, Rasulullah mendirikan Suffah, sebuah ruang sederhana tempat para sahabat belajar Al-Qur’an, adab, strategi dakwah, hingga kepemimpinan. Abdullah bin Mas’ud, Abu Hurairah, dan Salman Al-Farisi tumbuh menjadi tokoh besar dari majelis-majelis ilmu di masjid. Model ini kemudian diikuti oleh para ulama sepanjang sejarah. Banyak madrasah besar lahir dari halaman masjid. Bahkan universitas Al-Azhar di Kairo — yang kini dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di dunia — awalnya hanyalah sebuah masjid yang dijadikan tempat halaqah ilmu.
Jejak ini masih bisa kita lihat di zaman sekarang. Ada banyak masjid yang berhasil menghidupkan fungsi pendidikan secara nyata. Masjid Jogokariyan di Yogyakarta misalnya, dikenal luas sebagai masjid yang melayani umat. Mereka memiliki data lengkap seluruh jamaah, menyelenggarakan beasiswa untuk pelajar, mengadakan pelatihan UMKM, hingga membantu jamaah yang sakit atau terlilit hutang. Semua berjalan bukan karena anggaran besar, tetapi karena semangat kolektif untuk menjadikan masjid sebagai rumah pembinaan.
Contoh lain datang dari luar negeri. Masjid Sultan Ahmed (Blue Mosque) di Turki membuka kelas bahasa dan kelas membaca Al-Qur’an untuk wisatawan serta pendatang asing. Mereka memahami bahwa dakwah tidak bisa berjalan tanpa pemahaman, dan pendidikan adalah pintu utama untuk menyentuh hati manusia. Di Masjid Al-Falah di Singapura, ada program Family Learning Week — seluruh keluarga datang bukan hanya untuk shalat, tetapi untuk belajar bersama dalam sesi parenting islami, literasi keuangan, dan kesehatan keluarga. Sementara di Masjid Al-Khairiyah di Lombok, ada program remaja tangguh yang fokus membina pemuda melalui kajian, olahraga sunnah, dan pelatihan kepemimpinan.
Semua contoh ini menunjukkan satu hal penting: masjid tidak harus menunggu fasilitas mewah untuk menjadi pusat pendidikan. Yang dibutuhkan hanyalah komitmen untuk memulai — meskipun dari hal kecil. Pendidikan di masjid tidak harus berbentuk ceramah resmi atau acara besar. Sebuah kultum pendek yang menyentuh hati sering lebih mengena daripada kajian berjam-jam. Kelas Qur’an mingguan untuk anak-anak, orang tua, atau lansia bukan hanya mengajarkan bacaan, tetapi juga menghadirkan kebersamaan. Forum remaja yang dikemas dengan diskusi santai bisa menjadi benteng dari pergaulan yang keliru. Pelatihan keterampilan sederhana — seperti wirausaha halal, pertolongan pertama, atau bimbingan pranikah — bisa menjadi solusi nyata dari banyak masalah sosial.
Karena itu, mari kita bertanya pada diri sendiri: Apakah kita hanya datang ke masjid untuk mengambil manfaat, atau sudahkah kita ikut menyumbang manfaat? Masjid tidak akan hidup hanya dengan kehadiran, tetapi dengan keterlibatan. Imam dan takmir mungkin menjadi penggerak utama, tetapi jamaahlah yang menentukan arah. Anak muda bisa menjadi relawan kegiatan, ibu-ibu bisa membentuk majelis dzikir dan belajar, para ayah bisa membuka kelas keterampilan, para pengusaha bisa menjadi donatur, sementara yang tidak mampu apa-apa pun tetap bisa hadir sebagai penyemangat.
Kini saatnya menghidupkan kembali peran masjid sebagai pusat pendidikan masyarakat. Bukan karena tuntutan zaman, tetapi karena itulah warisan Rasulullah SAW. Jika masjid kembali menjadi tempat belajar, maka masyarakat akan lebih terarah, keluarga lebih harmonis, dan generasi muda lebih terlindungi. Kita tidak perlu menunggu perubahan dari luar — cukup memulainya dari rumah Allah, tempat yang paling mulia.
Mari bukan hanya menjadi jamaah. Mari menjadi penggerak kebaikan di dalam masjid. Sebab jika masjid hidup, maka umat akan ikut hidup.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Sekretariat DKM Masjid Agung Kota Sukabumi
Jl. A. Yani No. 55 Kota Sukabumi
(0266) 220035 – 0858 4613 9243
Email: masjidagungsukabumi@gmail.com
Instagram: masjidagung.smi
Donasi lebih mudah, yuk scan QRIS nya:

Download APP Masjid Agung Kota Sukabumi
klik disini